Sensus oh sensus!

Tulisan ini dibuat setelah semalam “puas” menunggu secara produktif (baca: sambil bikin berita dan baca komentar-komentar cetar di Twitter) sensus “online” yang seharusnya diisi. Sensus di Australia sudah mulai diperkenalkan untuk “paperless” alias tidak pakai kertas lagi sejak awal tahun 2000-an. Di tahun pertama “eCensus”, cuma 10 persen responden yang melakukannya secara “online”, sisanya masih dengan metode petugas sensus datang ke rumah-rumah dan membantu pengisian lembar-lembar pertanyaan kepada si penghuni rumah.

Di sebuah video tentang kampanye sensus tahun 1966, diperlihatkan bagaimana sensus digelar. Mirip sekali dengan yang ada di Indonesia, petugas dan responden bertatap muka, mengisi formulir, dan tentu saja data mereka tidak mencantumkan nama si responden serta alamat rumah.

Tahun ini terjadi banyak sekali perubahan. Sekitar dua pekan sebelum sensus lima tahunan digelar, saya sudah mendapat surat dengan kop surat bertuliskan jargon “Your moment to make a difference” di sampingnya ada logo Australian Bureau of Statistics (ABS). Lantas di pembukaan surat tertulis “Your census login below. Keep this safe and save the date”. Persis di kanannya tulisan pembuka itu ada semacam gambar mirip sticky note warna kuning jelas tertera di sana “Census night August 9”.

Yang sangat mengusik saya dari awal sebenernya tulisan begini:

Dear Resident,

Please complete the Census on Tuesday, 9 August 2016.

The census is your moment to make a difference and help shape Australia’s future.

[blablabla…]

ABS (setara dengan BPS-nya Indonesia) sangat percaya diri bahwa laman mereka (www.census.abs.gov.au) akan sanggup menerima semua input dari responden di Australia pada waktu yang bersamaan, pada 9 Agustus malam! Bayangkan, kalimatnya kan “tolong selesaikan sensus pada 9 Agustus”, bukan “sebelum” atau “paling lambat” 9 Agustus. Ini artinya semua penerima surat diharapkan di malam yang sama membuka Internet dan duduk menghadap laman Census untuk mengisi belasan mungkin puluhan pertanyaan! Mereka sangat yakin tidak bakal terjadi “crash” akibat “overload” data atau pengakses.

Jpeg
Laman sensus “online” Australia diputuskan koneksinya pukul 19.45 waktu setempat.

Dan benar saja. Pada malam yang sudah ditentukan, eng ing eng… yang terjadi adalah kegagalan sistem menerima begitu banyak responden yang sebagian kecil bahkan sebenarnya sudah berencana untuk memboikot sensus ini! Kenapa boikot?

Nah khusus soal boikot ini, sebenarnya memang warga Australia patut merasa khawatir dengan metode pencacahan data oleh ABS yang meminta responden menuliskan antara lain nama, alamat rumah, tingkat pendidikan, agama, dan jumlah pendapatan. Biasanya nama tidak perlu dituliskan di lembar survei, karena ini seharusnya mencacah data, bukan mencacah penduduk sebagai individu (dengan identitas berupa nama). Lantas yg bikin lebih ngeri lagi adalah data sensus akan disimpan selama 4 tahun, bukan 18 bulan atau 1 tahun seperti sensus di tahun-tahun sebelumnya. Buat apa data disimpan sebegitu lama? Siapa yang simpan, dan apa jaminan data itu tidak dicuri atau bocor untuk kepentingan selain sensus?

Beberapa senator dan politisi independen, seperti Nick Xenophon, sudah mengumumkan bahwa dia lebih memilih didenda 180 dolar per hari, akibat tidak mau mengisi formulir sensus, daripada harus menanggung resiko pelanggaran privasi terhadap data pribadi dirinya dan keluarga. Ada juga politisi Partai Hijau yang memboikot karena melihat potensi kekacauan sistem “eCensus” yang bisa datanya bisa dimanfaatkan justru untuk pemerintah mengintai publik.

Sebenarnya, “eCensus” ini mungkin boleh dibilang irit dari segi biaya. Bila menggunakan sumber daya manusia untuk mendatangi rumah-rumah dan jutaan lembar kertas bisa menelan hingga 100 juta dolar, sensus “online” diperkirakan hanya membutuhkan biaya sepersepuluh atau maksimal separuh saja dari sensus konvensional. Biaya yang besar adalah membayar perusahaan teknologi IBM 10 juta dolar untuk menyediakan “cloud server”, tempat data disimpan, lalu kampanye di media massa. Tapi ini persis seperti “tambang data” buat siapa saja yang melihatnya! Ada nama, agama, jumlah penghasilan, tempat tinggal, jumlah anak, sekolah, status pernikahan, apalagi yang kurang coba? Semua ada di sana! Pejabat ABS membantah soal keraguan keamanan data sembari menyebut data memang sudah terpapar karena di manapun kita berada ada kartu “tap and go” ATM bank, ada juga kartu pelanggan supermarket, dan Facebook dkk, yang kesemuanya itu meminta kita memberitahukan detil pribadi kita! Tapi seorang reporter di acara tanya jawab tersebut menegaskan bahwa ABS meminta data secara “paksa” karena ada ancaman denda di sana, sementara kartu2 yang disebutkan tadi dan media sosial semuanya adalah bersifat “pilihan”. Bagaimana mungkin kedua ini bisa dianggap sama?

Australia telah menggelar sensus sejak 1828, tapi secara resminya sensus tercatat terjadi pada tahun 1911 ketika jumlah populasi Australia mencapai 4,4 juta orang. Orang Aborigin dan Torrest Strait Islander baru masuk ke data sensus Australia di tahun 1966. Sensus adalah kewajiban, sama dengan pemilu!

Sebagai gambaran, sensus lima tahunan di Australia ini digelar berdasarkan rumah atau tempat tinggal. Semua harus mengisi, tidak peduli apakah kita warga negara atau bukan, pendatang atau bukan, tak peduli bila hanya satu malam sedang berada di Australia atau bukan. Yang penting Anda berada di Australia pada tanggal 9 Agustus 2016. Pengecualian hanya berlaku bagi mereka diplomat asing dan keluarganya. Tahun ini ABS memperkirakan ada 10 juta keluarga dengan jumlah jiwa mencapai 24 juta. Data sebanyak itu akan memetakan siapa kita, dan bagaimana kebiasaan kita, berikut pula nama dan informasi tempat tinggal kita. Semisal saja kita berbohong dengan isian formulir, ABS mengancam dengan denda dan tuntutan hukum. Semuanya memang terasa “dipaksa” demikian rupa.

Tapi ABS sebenarnya memberikan celah buat kita tetap menjaga privasi di data yang kita berikan. Baca ini saya jadi paham bahwa ada trik:

  1. Minta formulir kertas ke ABS, dan tanya di mana tempat pengumpulan formulir nanti bila sudah terisi.
  2. Di formulir kertas, kita boleh kosongkan kolom nama dan kita tidak kena denda kalau tidak isi nama di sana. Sementara bila menggunakan metode “eCensus”, sistem tidak akan progres bila kolom nama tidak diisi. Tapi balik lagi yah, kan ada alamat rumah tercantum di sana. Saya kurang paham apakah alamat juga boleh dikosongkan di kertas survei “offline”?

Balik ke isu keamanan data, ABS sejak tahun 2013 melaporkan ada 14 kasus kebocoran data. Titik paling lemah berada di fase ketika semua data itu terkumpul, mereka kepayahan menyimpan data dari sekitar 9 juta keluarga untuk sekali sensus. Apalagi bila diakumulasikan dengan sensus-sensus sebelumnya. Masif sekali!

Ditambah lagi pagi ini berita koran Sydney Morning Herald mewartakan laman sensus ABS terpaksa ditutup sementara karena diserang oleh “hacker” dari luar negeri. Kepala Statistik ABS, David Kalisch, dalam wawancara radio bersama ABC, Rabu (keesokan hari setelah malam sensus), menegaskan data yang masuk sebelum 7.30 malam sudah aman diterima ABS. Dan David belum bisa mengetahui detil sumber serangan tadi malam terhadap laman sensus ABS. Di bagian lain berita itu tertulis Menteri Usaha Kecil Michael McCormack – menteri yang bertanggung jawab untuk urusan sensus 2016 – membantah soal serangan “hacker”. Uniknya lagi, harian The Australian menurunkan angle berita bahwa kerusakan sistem semalam bukan karena “hacker”, tapi semata kegagalan “hardware” akibat serbuan responden.

ABS mengakui sejak pukul 19.45 tadi malam laman sensus sudah diputus koneksinya, tapi mengapa responden diminta untuk mencoba kembali dalam waktu 15 menit? Ini terasa konyol sekali karena ribuan, mungkin jutaan, orang tadi malam nyaris bedagang demi sensus! Lalu David Kalisch di wawancara radio ABC berjanji laman sensus bisa kembali diakses jam 9 pagi hari ini, tapi sampai pukul 10 pun masih saja tidak bisa dibuka. Jadi?

Belanja Iklan dalam Pemilu Australia

Belanja Kampanye.JPG

Perth, 1/7 (Antara) – Ajang demokrasi berupa kampanye adalah momen di mana politisi mencoba merayu dan meyakinkan pemilih agar mendukung partai mereka. Beraneka strategi pun dilancarkan, mulai dari sosialisasi program sampai membuka “borok-borok” kompetitornya.

Kampanye di Australia tahun ini juga tidak jauh dari itu semua. Berlangsung selama 10 pekan atau 56 hari sebelum pemilu federal 2 Juli, kampanye kali ini membuat sebagian pemilih merasa jengah.

Televisi dijejali dengan berita-berita kampanye, iklan-iklan politik juga berkeliaran di radio, televisi, dan internet selama nyaris dua bulan.

“Saya mulai muak dengan itu semua. Saya hanya ingin segera berakhir dan kita bisa melanjutkan kehidupan ini,” ujar Yvonne, salah seorang relawan di pusat donor darah di Perth.

Kampanye di televisi resmi telah distop per 30 Juni pukul 00.00, sementara media lain masih diperkenankan seperti internet dan tatap muka dengan para pemilih pada ajang pengggalangan dana atau sosialisasi.

Demikian pula papan gambar kandidat masih boleh terpasang. Biasanya papan kampanye memuat foto si calon anggota legislatif, nama partai, daerah pemilihan (dapil), dan mungkin slogan andalan. Terkadang materi iklan politik juga ditempel di kursi halte.

Menurut seorang anggota parlemen federal dari dapil Fremantle, Melissa Parke, biaya kampanye untuk setiap kursi dapil sangat tergantung beberapa faktor; antara lain kepastian preferensi pemilih terhadap partai dan metode kampanye.

Bisa jadi untuk satu kursi biaya kampanye yang dibutuhkan hanya 50.000 dolar (setara Rp500 juta), tapi ada juga yang menyedot biaya hingga ratusan ribu dolar bila memang persaingan antar-partai di dapil itu masih sangat sengit.

Biaya terbesar dalam kampanye adalah iklan politik. Metode termurah masih berupa tatap muka di lokasi-lokasi pemilih berkumpul. Strategi lain adalah papan-papan foto yang dipasang di depan rumah pendukung.

Kandidat juga menyebar selebaran, surat elektronik (email), serta surat di atas kertas ke rumah-rumah. Seorang kandidat untuk dapil Swan, Steve Irons, mengirimkan selebaran tentang program pelebaran jalan untuk kawasan padat penduduk. Terpampang di kertas itu fotonya bersama Perdana Menteri (PM) Malcolm Turnbull, yang sama-sama berasal dari Partai Liberal (LNP).

Baru-baru ini Turnbull dan partainya dikritik keras karena mengirim surat ke rumah-rumah. Pasalnya bukan pada cara kampanye, tapi surat itu ternyata bertuliskan nama Tuan dan Nyonya dengan nama belakang milik si Tuan.

Asumsi bahwa setiap perempuan di rumah menggunakan nama belakang suami atau pasangannya dinilai sangat kuno dan tidak sensitif gender. Faktanya, semakin banyak perempuan Australia sekarang yang menolak menggunakan nama belakang suami atau pasangannya.
Iklan di Televisi

Biaya kampanye paling mahal adalah melalui iklan televisi. Sebuah laporan terbaru yang dirilis firma pelacak iklan “Ebiquity” menyebutkan partai-partai besar Australia menghabiskan lebih dari 10 juta dolar (sekitar Rp100 miliar) untuk beriklan.

Partai Liberal menghabiskan 6 juta dolar untuk beraneka iklan yang mayoritas mengangkat rencana-rencana politik partai pimpinan PM Turnbull. Sementara itu Partai Buruh mengeluarkan dana hingga 4,7 juta dolar untuk iklan yang kebanyakan berisi serangan terhadap Liberal.

Iklan televisi oleh Partai Buruh yang slogannya “Meleset Parah” tentang PM Turnbull memangkas dana unutk kesehatan dan pendidikan menghabiskan lebih dari 2,3 juta dolar.

Dari awal memang ini adalah strategi Partai Buruh, kat Andrew Hughes, seorang dosen pemasaran dari ANU, seperti dikutip ABC.

Lantas video iklan Partai Liberal dengan slogan “Dukung Rancangannya” menjadi andalan kampanye. Video kampanye negatif Liberal terhadap Buruh adalah soal perang ekonomi ala Bill Shortin (pemimpin Partai Buruh), yang disebut Andrew Hughes sebagai strategi “kucing mati”.

Strategi ini membuat orang teralihkan dari kampanye Buruh soal jaminan kesehatan yang akan diprivatisasi oleh Liberal. Kampanye Medicare ini demikian sukses meraih perhatian pemilih, tiba-tiba Liberal menandinginya dengan video “fake tradie”.

Lalu ada Partai Hijau yang menghabiskan 480.000 dolar untuk iklan di televisi. Sekitar 20 persennya berupa kampanye negatif lawan politik mereka.

Kampanye positif dan kampanye negatif adalah “kembar” yang tidak terpisahkan dalam kampanye di Australia. Partai politik perlu mempromosikan diri sambil mengkritik lawan-lawannya.

Data Ebiquity yang menghitung biaya iklan politik di televisi, radio, dan koran di lima kota besar Australia (Sydney, Melbourne, Brisbane, Perth, dan Adelaide) mencatat Partai Liberal menghabiskan 4,5 juta dolar untuk kampanye positif dan 1,6 juta untuk kampanye negatif. Sementara Partai Buruh (yang mencoba untuk bisa kembali berkuasa) mengeluarkan 3,6 juta berkampanye negatif sementara kampanye positif mendapat porsi 1 juta dolar.

Partai Hijau mengalokasikan 385.000 dolar untuk kampanye positif dan 107.800 dolar buat kampanye menyerang pesaing-pesaingnya.

Bos Ebiquity, Richard Basil-Jones, menilai tren biaya kampanye politik ini mirip dengan pola di pemilu tahun 2010 dan 2013. Kombinasi strategi kampanye bernada kritik dan promosi memang sudah menjadi hal yang jamak.

Satu-satunya terobosan yang tercipta tahun ini barangkali iklan televisi Partai Buruh yang dilengkapi dengan terjemahan beberapa bahasa. Teknik ini diperkirakan sengaja diterapkan untuk meraih simpati kelompok-kelompok etnis tertentu di kursi yang masih potensial direbut dari partai lawan.
Media Sosial

Bila partai-partai besar “bertarung” jor-joran dengan beriklan televisi, para kandidat pun harus memutar otak untuk memenangkan kompetisi di daerah pemilihan mereka masing-masing.

Beruntung, demokrasi modern hari ini sudah didukung oleh beraneka teknologi yang memungkinkan biaya kampanye dengan biaya sangat murah.

Media sosial (Facebook) untuk petama kalinya menjadi salah satu media debat publik para calon perdana menteri, yaitu Malcolm Turnbull dan Bill Shorten pada 24 Juni lalu.

Ide Turnbull menantang Shorten berdebat “online” ini menjadi sesuatu yang baru dari kebiasaan kampanye ala Australia.

Dengan tingkat penetrasi internet mencapai 88 persen dari populasi, Australia adalah negara yang sangat melek teknologi informasi berupa internet. Diskusi politik, ekonomi, dan sosial pun disebarkan lewat dunia maya dengan cepat.

Melihat perkembangan ini, bekas pembawa acara Australian Idol, James Mathison, mencoba mengadu taktik mendulang suara dengan pesaing terkuatnya adalah mantan Perdana Menteri Tony Abbott di dapil Warringah.

Video James yang berdurasi 2 menit dan diedit oleh dua produser MTV itu telah diputar sebanyak 728.214 kali, jauh lebih banyak daripada video kandidat partai manapun.

“Bersaing dengan Partai Buruh yang dibiayai serikat pekerja dan Partai Liberal yang didukung perusahaan-perusahaan besar, mereka punya jutaan dolar untuk kampanye…” ujarnya.

James mengaku tidak terlalu yakin bisa mengalahkan Tony di dapil yang selama ini selalu dimenangkan dengan raihan suara di atas 50 persen, tapi setidaknya ia sudah mencoba dan dengan mengajak pemilih muda di bawah 40 tahun untuk mendukung wakil yang jujur dan bisa aspiratif.

Pemilu federal Australia akan resmi dimulai kurang dari 18 jam lagi, dengan survei terakhir 50-50 untuk Liberal dan Buruh, tentunya hasil akhir akan sangat menegangkan. Tapi yang jelas warga Australia akan merasa lega, sebab musim kampanye akhirnya selesai.

Pemilih Antre TPS di Pemilu Australia

Ditayangkan Antara di tautan ini.

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Komisi Pemilu Australia (AEC) mencatat total pemilih terdaftar adalah 15,7 juta, naik hampir satu juta dibandingkan pemilu tahun 2013. Tingkat partisipasi tahun ini mencapai 95 persen, lebih tinggi daripada pemilu sebelumnya yang hanya 93 persen (Foto: Ella Syafputri)

————————————————————————–

Perth, 2/7 (Antara) – Pemilihan umum (pemilu) untuk memilih 150 orang anggota parlemen House of Representatives (HoR) dan 76 senator di Australia resmi dimulai serentak pada Sabtu (2/7) pukul 8 pagi dan ditutup pukul 6 sore.

Para pemilih tampak sudah mengantre di tempat pemungutan suara (TPS) sejak pagi. Para relawan masing-masing partai dan kandidat yang berkompetisi berdiri di pintu masuk untuk membagikan selebaran kampanye.

Sistem pemilu di Australia mewajibkan setiap warga negara berusia 18 tahun ke atas untuk menentukan pilihan politiknya. Apabila terdaftar sebagai pemilih tapi tidak menggunakan hak pilihnya, maka orang itu akan terkena denda sebesar 20 dolar atau setara Rp200.000.

Kalau pelanggaran ini terjadi lebih dari satu kali, kasusnya kemudian dibawa ke pengadilan dan denda maksimal adalah 180 dolar. Pelanggaran ini juga akan dicatat dalam catatan kriminal si pelanggar.

Jumlah TPS di pemilu tahun ini adalah total 7.000 lebih dan di setiap TPS tersedia penjelasan cara memilih dalam 27 bahasa.

Ketika pemilih mengantre untuk memberikan suara, mereka harus bersiap menunjukkan kartu identitas dan surat yang menyatakan terdaftar di daftar pemilih.

Di meja berikutnya pemilih diberikan dua lembar kertas, satu berwarna putih serta berukuran besar dan satu lagi berwarna hijau dengan ukuran lebih kecil.

Kertas putih itu adalah untuk memilih senator, sementara yang berwarna hijau merupakan lembar untuk memilih anggota HoR. Tugas pemilih adalah menuliskan dengan pensil angka berurutan sesuai jenjang preferensi di setiap kotak di depan nama partai dan nama kandidat. Preferensi nomor satu menunjukkan kandidat itu adalah yang paling diminati untuk terpilih.

Khusus pada pemilu tahun ini, durasi kampanye adalah yang terpanjang dalam sejarah Australia sejak 1960-an. Selain itu sistem memilih senator juga sedikit berubah, karena pemilih wajib menuliskan preferensi partai nomor satu hingga enam atau menulis preferensi minimal hingga 12 di depan nama kandidat senator.

Komisi Pemilu Australia (AEC) mencatat total pemilih terdaftar adalah 15,7 juta, naik hampir satu juta dibandingkan pemilu tahun 2013. Tingkat partisipasi tahun ini mencapai 95 persen, lebih tinggi daripada pemilu sebelumnya yang hanya 93 persen.

Sekitar 816.000 orang pemilih tidak terdaftar meskipun berhak mengikuti pemilu. Angka ini lebih kecil daripada data tahun 2013 yang mencapai 1,2 juta. Berdasarkan jenis kelompok usia, pemilih muda berusia 18 hingga 24 tahun diperkirakan hanya 86,7 persen saja yang berpartisipasi dalam pemilu. Namun demikian khusus kelompok pemilih usia 18 tahun ternyata partisipasinya naik dari 50 persen di tahun 2013 menjadi 70 persen pada tahun ini.

Pemilu 2016 diikuti oleh 57 partai politik, 1.625 kandidat yang terdiri atas 540 kandidat perempuan dan 1.084 kandidat laki-laki. Sebanyak 994 orang bersaing untuk bisa masuk ke HoR, sementara 631 kandidat lainnya berkompetisi untuk kursi di Senate.

Berdasarkan beberapa survei jelang pemilu, hasil raihan suara dalam pesta demokrasi tiga tahun ini akan sangat ketat antara dua kubu utama yakni Koalisi (LNP) dan Partai Buruh (ALP).

Beberapa minggu sebelum pemilu resmi digelar di TPS, AEC juga menggelar pemungutan suara dini di beberapa titik buat pemilih yang berhalangan memilih di hari ini.

Akun Twitter AEC melaporkan sebanyak 2,98 juta pemilih sudah menggunakan opsi pemilu dini, angka ini lebih besar daripada pemilu 2013 di mana 2,31 juta pemilih memilih lebih awal.

 

 

Mengenal Pemilu di Australia

P_20160605_104052[1].jpg
Perth, 5/6 (Antara) – Pemilihan umum, atau singkatnya pemilu, di Australia, akan digelar pada 2 Juli 2016. Selain menentukan pemimpin partai mana yang akan menjadi perdana menteri, hasil pemilu juga bakal menentukan komposisi di parlemen federal; “House of Representatives”/HoR (setara dengan DPR di Indonesia) dan Senate (sepadan dengan DPD di Indonesia).Di Australia, pemilu diikuti oleh partai-partai yang tercatat dan diakui oleh Komisi Pemilu Australia (AEC). Setiap partai berhak mengajukan calon anggota legislatif, masing-masing satu orang di setiap daerah pemilihan.

Berdasarkan Undang-undang Pemilu tahun 1918, setiap pendaftaran partai baru membutuhkan waktu maksimal 12 pekan, sementara pendaftaran ulang partai lama yang ingin mengajukan logo baru diperlukan waktu tak lebih dari enam pekan.

Untuk pemilu 2016, terdapat 57 partai yang terdaftar di AEC, dan empat di antaranya adalah partai-partai yang cukup kuat pendukungnya; Partai Buruh Australia (ALP), Partai Liberal Australia, Partai Nasional Australia, dan Partai Hijau.

Sebagai representasi politik masyarakat, nama partai juga mencerminkan advokasi isu-isu tertentu, antara lain Partai Keadilan untuk Binatang, Partai Anti-pedofilia Australia, Partai Pesepeda Australia, Partai Seks Australia, Partai Penghentian Pelarangan Ganja (HEMP), Partai Hak-hak Perokok, Partai Euthanasia, Partai Pecinta Motor Australia, dan Partai Energi Terbarukan.

Ada juga partai yang berbasis ketokohan seorang politisi, sehingga nama politisi itu menjadi nama partai. Ambil contoh jenis partai ini adalah Pauline Hanson’s One Nation, Nick Xenophon Team, Glenn Lazarus Team, dan Jacqui Lambie Network.

Tidak semua partai yang tercatat di AEC berhasil mendudukkan anggotanya sebagai legislator atau senator. Di HoR, dengan total kursi yang yang tersedia 150, hanya ada perwakilan dari delapan partai politik, sementara di Senate cuma ada 11 partai yang para wakilnya duduk sebagai senator.

Perdana Menteri

    Sistem pemilu di Australia sangat berbeda dengan sistem di Indonesia. Di Australia, orang tidak memilih kandidat perdana menteri, melainkan memilih partai yang diyakini paling cocok dengan aspirasi politik mereka. Pemimpin partai yang paling banyak meraih suara di pemilu akan menjadi perdana menteri secara otomatis.

Dalam pemilu tahun ini, dua partai dominan yaitu Partai Buruh Australia (ALP) dan Partai Liberal Australia bersaing ketat untuk meraih simpati pemilih.

Bill Shorten, yang memimpin Partai Buruh, disebut juga sebagai pemimpin oposisi karena partainya di pemilu lalu kalah dari Partai Liberal Australia. Lantas Partai Liberal yang sekarang diketuai oleh Malcolm Turnbull, disebut sebagai partai pemerintah.

Berbagai statistik jelang pemilu menunjukkan bahwa popularitas Bill Shorten secara pribadi masih jauh di bawah Malcolm Turnbull, tapi preferensi pemilih terhadap partai masih ketat di antara Partai Buruh dan Partai Liberal.

HoR

    House of Representatives (HoR) di Australia diisi oleh perwakilan dari 150 daerah pemilihan, yang ditentukan luasan cakupannya berdasarkan jumlah populasi. Setiap partai hanya boleh mencalonkan satu kandidat untuk setiap daerah pemilihan.

Akibat sebaran penduduk yang tidak merata, sebuah daerah pemilihan bisa meliputi wilayah yang hanya seluas 30 kilometer persegi seperti di Wentworth, di negara bagian New South Wales (NSW) atau kawasan dengan luas 1,5 juta kilometer persegi seperti di daerah pemilihan Durack di negara bagian Australia Barat (WA).

Berdasarkan pemilu 2013, rata-rata terdapat 98.085 orang pemilih di setiap daerah pemilihan. Dan karena negara bagian NSW–yang beribukota Sydney–memiliki jumlah pemilih yang paling banyak di Australia, total kursi yang diperebutkan adalah 48.

Lalu negara bagian Victoria, dengan ibukota Melbourne, memiliki 37 daerah pemilihan, diikuti Queensland–dengan Brisbane sebagai ibukotanya–dengan 30 kursi, Australia Barat 15 kursi, Australia Selatan 11 kursi, Tasmania lima kursi, dan Kawasan Ibukota Australia serta Kawasan Utara masing-masing 2 kursi.

Setiap kandidat anggota legislatif wajib berkewarganegaraan Australia. Ia dapat dicalonkan oleh partai politik atau bila maju sebagai kandidat independen, minimal dirinya didukung oleh 100 pemilih di daerah pemilihan di mana ia mencalonkan diri.

Untuk anggota HoR dari jalur independen, ia hanya perlu dicalonkan oleh minimal satu orang pemilih bila ingin kembali berkompetisi di pemilu.

Setiap kandidat wajib menyetorkan uang deposit sebanyak 1.000 dolar Australia (setara Rp9.850.000), dan uang itu akan dikembalikan secara penuh bila terpilih atau minimal meraih 4 persen dari total suara preferensi pertama di daerah pemilihan tersebut.

Bagaimana orang memilih anggota HoR?

Setiap orang yang berusia 18 atau lebih, wajib mendaftarkan diri sebagai pemilih, kecuali bila dirinya terganggu mental atau sedang menjalani masa hukuman pidana lebih dari tiga tahun. Memilih adalah wajib di Australia, dan mereka yang tidak melakukannya bisa dikenakan denda sebanyak 20 dolar (sekitar Rp197.000).

Di kertas suara berwarna hijau untuk HoR, kandidat berikut nama partainya disusun secara acak. Bila kandidat tidak didukung oleh partai, maka di samping namanya akan tertulis ‘independen’. Dalam pemilu HoR, pemilih diminta untuk menentukan preferensinya dengan menuliskan angka 1 dan seterusnya di kotak di depan nama kandidat. Semisal dari 100 pemilih, kandidat A mendapat 45 suara sebagai pilihan nomor 1, lalu kandidat B meraih 30 suara sebagai preferensi nomor 1, mereka berdua masih memerlukan tambahan suara untuk melampaui 50 persen suara sah. Maka yang kemudian dihitung adalah jumlah pemilih yang memberikan preferensi nomor 2 untuk masing-masing calon. Ia yang berhasil mendapat gabungan suara dari preferensi nomor 1 dan nomor 2 paling banyak akan keluar sebagai pemenang.

Lalu bagaimana dengan kandidat yang kalah suara? Bila raihan suaranya lebih dari 4 persen dari total suara di daerah pemilihan, maka ia berhak mendapat penggantian biaya kampanye, yang pada tahun 2013 besarannya adalah 2,49 dolar untuk tiap suara yang diraih. Uang itu kemudian bisa disalurkan lewat partai pengusung, atau ke kandidat secara langsung bila ia maju lewat jalur independen.

Senate
Senate merupakan parlemen yang terdiri atas 76 orang senator. Masing-masing dari enam negara bagian di Australia mengirimkan 12 senator untuk periode jabatan enam tahun. Meski begitu, setiap tiga tahun terdapat sistem rotasi di mana separuh dari total senator bisa diganti. Empat senator lainnya, masing-masing dua orang mewakili Kawasan Ibukota Australia dan Kawasan Utara, dipilih berbarengan dengan HoR untuk masa jabatan tiga tahun.Anggota Senate dipilih dengan sistem yang berbeda dengan HoR. Di Senate diterapkan sistem representasi proporsional dengan kuota berdasarkan jumlah suara sah yang masuk.

Sebagai contoh, bila terdapat enam kandidat dan 700.000 suara sah di pemilihan anggota Senate, maka calon yang menang adalah ia yang berhasil mengantongi minimal 100.001 suara, sebab faktor pembagi suara adalah jumlah kandidat ditambah satu.

Khusus untuk Pemilu 2016, pemilih memiliki dua opsi menentukan anggota Senate. Di kertas suara berwarna putih untuk memilih senator, pemilih bisa menuliskan minimal angka 1 hingga 6 di kotak berdasarkan partai yang paling diminati. Opsi kedua adalah menuliskan angka 1 hingga 12 di kotak di samping nama kandidat dan partainya.

    Hasil pemilu akan diumumkan secara resmi oleh AEC sedikitnya 13 hari setelah pemilu digelar. Bila Partai Buruh yang berhasil menang, Bill Shorten akan menjadi perdana menteri baru Australia. Sebaliknya, bila Partai Liberal yang mendulang suara paling banyak, Malcolm Turnbull akan meneruskan masa jabatannya untuk 3 tahun ke depan.
========================================================================
Telah ditayangkan di:

Kala Pengungsi Pun Dituduh “Perampas”

ilustrasi pengungsi

Perth, 22/5 (Antara) – Politik dalam negeri Australia saat ini sedang berada di masa yang bergeliat, tak lain karena ini adalah masanya kampanye di mana setiap politisi berusaha membangun opini agar mendapat dukungan dari publik.

Kampanye 56 hari dimulai pada awal Mei dan ini akan menjadi masa kampanye terpanjang menyamai kondisi di tahun 1960-an. Pemilu federal yang akan digelar pada 2 Juli memperebutkan total 150 kursi anggota “House of Representatives”/DPR dan 76 kursi senator.

Salah satu dinamika yang patut dicermati di pekan kedua kampanye adalah pernyataan Menteri Imigrasi Peter Dutton soal pengungsi.

Partai Hijau mendesak agar kuota tahunan penerimaan pengungsi naik menjadi 50.000 orang per tahun. Sementara Partai Buruh mengusulkan agar kuota naik secara bertahap menjadi 27.000 per tahun dalam satu dekade ke depan. Saat ini, kuota penerimaan pengungsi adalah 13.750 per tahun dengan tambahan 12.000 khusus dari Suriah dan Irak diumumkan PM Tony Abbott tahun lalu. Pemerintah berjanji meningkatkan kuota 18.750 di tahun 2019.

Dutton dalam sebuah wawancara radio, Rabu (18/5), menanggapi semua usulan itu dengan menuduh mayoritas pengungsi buta huruf dan buta angka dalam bahasanya sendiri, apalagi Bahasa Inggris.

Tuduhan Dutton tidak berhenti di situ. Ia melanjutkan, “Orang-orang ini akan merebut lapangan kerja di Australia, itu sudah pasti! Dan banyak dari mereka yang akan menjadi pengangguran, mereka akan merana di antrian (sebagai) pengangguran dan di antrian Medicare (asuransi kesehatan-red) dan sebagainya. Jadi jelas biayanya akan sangat besar,” ujar Dutton.

Memahami sensitifnya tuduhan sang menteri, buru-buru PM Turnbull, Menteri Luar Negeri (Menlu) Julie Bishop, dan beberapa politisi Partai Liberal kompak mendukung Dutton. Mereka sepakat bahwa biaya relokasi pengungsi di Australia memang sangat tinggi dan adalah wajar bila pengungsi yang datang dari daerah konflik kebanyakan buta huruf.

Di mata Turnbull, Dutton adalah “menteri yang luar biasa” karena selama 600 hari terakhir tidak ada satu pun kapal pengungsi yang mendarat di pantai Australia.

Sementara Julie Bishop menyebut pernyataan Dutton adalah fakta yang tak terbantahkan soal mahalnya biaya relokasi pengungsi, dan pemerintah tidak ingin mereka cuma jadi pengangguran bila sudah berada di Australia.

Tapi apakah tuduhan Dutton berdasar kepada fakta? Ataukah ini tak lebih dari politik rasa takut yang digembor-gemborkan semata untuk mencari popularitas?

Berdasarkan sebuah laporan yang dirilis Departemen Layanan Sosial di tahun 2011, “75 persen pengungsi yang masuk ke Australia dengan visa kemanusiaan adalah lulusan SMA, dan 35 persen di antaranya memiliki kualifikasi sarjana.”

Data terbaru yang menelaah 2.300 pengungsi yang tiba di Australia tahun 2013-2014 menyebutkan 44 persen perempuan dan 33 persen laki-laki tidak bisa berbicara dalam Bahasa Inggris. Selain itu, 23 persen perempuan dan 17 persen pengungsi buta huruf di bahasanya sendiri. Namun setelah tinggal setahun hingga lima tahun di Australia, hampir separuh responden mengaku sudah bisa berbicara dalam Bahasa Inggris dengan baik.

Survei di tahun 2014 juga menemukan 20 persen perempuan dan 13 persen laki-laki tidak pernah sekolah, angka ini kontras bila dibandingkan dengan data tahun 2010 di mana 61 persen responden adalah lulusan minimal SMA.

Lalu bagaimana dengan tuduhan Dutton tentang pengungsi yang bakal banyak jadi pengangguran?

Laporan tahun 2010 menunjukkan bahwa 24,1 persen pengungsi yang tiba di Australia telah mendapat pekerjaan. Sebanyak 20,4 persen menempuh pendidikan penuh waktu, dengan 10,1 persen dari responden merupakan mereka yang menggabungkan bekerja dan belajar.

Sebanyak 1,6 persen pengungsi bahkan membuka lapangan pekerjaan baru dengan bisnis mereka, sementara angka pengangguran yang aktif mencari pekerjaan adalah 11,3 persen.

Tren angka pengangguran di tingkat nasional dalam setahun hingga April 2016 menunjukkan penurunan 0,4 persen ke titik 5,7 persen, dengan jumlah pekerja mencapai 11,9 juta orang.

Terkait dengan biaya relokasi pengungsi di Australia yang disebut-sebut membebani para pembayar pajak sebanyak 100 juta dolar per tahun, tes data oleh “The Conversation” menemukan kalkulasi itu tidak pernah jelas sumbernya. Lebih lanjut, terdapat 26.000 orang pengungsi dengan perahu sejak 13 Agustus 2012 yang tidak diperkenankan bekerja setelah dibebaskan dari pusat detensi, dan hidup mereka bergantung kepada dana bantuan Centrelink.

Keji dan Jahat

Senator dari Partai Hijau, Sarah Hanson-Young, menyebut komentar Menteri Imigrasi sebagai hal yang “keji dan jahat” karena memamerkan cara berpikir Partai Liberal melihat orang-orang yang mencari perlindungan ke Australia.

Kecaman serupa datang dari pemimpin Partai Buruh, Bill Shorten, yang menyebut tudingan Dutton “sangat memecah belah dan ofensif”, mirip dengan strategi politisi Pauline Hanson berkampanye.

Australia adalah negeri yang sangat erat dengan sejarah migrasi, Shorten menegaskan, “Ketika Peter Dutton menghina pengungsi, ia menghina orang Australia.”

“Ada ratusan ribu pengungsi di Australia. Mereka bekerja dengan keras, mereka mendidik diri mereka dan anak-anak mereka, dan mereka jelas akan menggeleng-gelengkan kepala mendengar pernyataan menteri ini,” ujar Chris Bowen, menteri keuangan pihak oposisi.
Seorang warga Lakemba, Moses, menilai pernyataan Dutton sangat tidak masuk akal.

Sebagai migran, saya menunggu empat tahun untuk akhirnya sampai di sini,” ujarnya di laman ABC.

Sementara itu, kelompok advokasi pengungsi dan keadilan sosial, Edmund Rice Centre, mendesak agar Turnbull “menjewer” Dutton yang sudah melampaui batas.

Menurut Direktur Edmund Rice Centre, Phil Glendenning, tudingan Dutton tak lebih dari penyebutan yang paling rendah di masyarakat, yaitu prasangka dan fanatisme.

“Tak hanya komentar Dutton itu tidak akurat, tapi sangat ofensif terhadap ratusan ribu migran yang datang ke sini selama beberapa generasi,” kata dia dikutip Guardian.

Ia pun mengungkapkan pernyataan Dutton yang sebetulnya kontradiktif, “Bila memang pengungsi itu kebanyakan buta huruf, buta angka, dan mengantri sebagai pengangguran, bagaimana mungkin mereka ‘merampas pekerjaan orang Australia’?”

 

(Temukan tautannya di sini)